Wujud morfem dikenal sebagai wujud huruf atau rangkaian huruf yang melambangkan bunyi . Bunyi sebagai material bahasa memiliki dua jenis, yaitu bunyi yang dapat disegmen-segmenkan (dipisah-pisahkan) dan bunyi yang tidak dapat disegmenkan. Yang pertama sering disebut juga bunyi segmental dan yang kedua sering disebut bunyi suprasegmental. Huruf atau rangkaian huruf yang melambangkan bunyi atau rangkaian bunyi sebagaimana pengertian orang awam tersebut, terbatas pada bunyi segmental saja. Bunyi suprasegmental tidak pernah dinyatakan dengan huruf atau rangkaian huruf, kecuali hanya dengan tanda-tanda tertentu yang bersifat kurang sempurna.
Lebih lanjut segmental atau segmen-segmen bunyi terkecil dalam bahasa fonem. Sesuai dengan hirarki unsur kebahasaan, semakin besar segmen bunyi itu berturut-turut adalah morfem, kata morfem, kalimat dan wacana.
Normalnya suatu wacana dapat disegmentasikan atas kalimat-kalimat. Kalimat dapat disegmentasikan atas klausa-klausa; klausa dapat segmentasikan atas frasa-frasa; frasa dapat segmentasikan atas kata-kata; kata dapat disegmentasikan atas morfem-morfem; morfem dapat disegmentasikan atas fonem-fonem.
Bunyi-bunyi suprasegmental tidak dapat dipisah-pisahkan seperti bunyi segmental. Intonasi tekanan persendian, nada dan durasi, sebagai unsur suprasegmental bahasa. Tidak dapat menempatkan kemungkinan untuk dipisah-pisahkan. Intonasi berkenaan dengan lagu. Struktur “ia baru datang” dapat di intonasikan bermacam-macam. Diantaranya intonasi berita, tanya dan seruan, tekanan berkaitan dengan keras atau lemahnya ucapan. Bagian suatu kata yang diucapkan keras adalah bagian yang mendapatkan tekanan. Persendian berkenaan dengan jeda tau perhatian ucapan, sedangkan nada bekenaan dengan tinggi rendahnya ucapan. Akhirnya, durasi berkenaan dengan panjang pendek ucapannya suatu fonem yaitu terdapat dalam suatu kata data diucapakan panjang pendek.
Baik bunyi segmental maupun suprasegmental, dalam bahasa-bahasa didunia dapat dimanfaatkan untuk membeda-bedakan makna atau maksud. Perbedaan makna antara satu lingual dengan yang lain. Mungkin ditandai dengan segmen yang berupa segmen, morfem, kata, frasa, kalusa, atau ditandai oleh bunyi suprasegmental yang berupa intonasi, tekanan, persendian, nada, atau durasi.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh yang berkenaan dalam hal itu. Tidak semua unsur segmental dan suprasegmental itu dikemukakan, tetapi khusus berkenaan dengan wujud segmen maupun supragmental morfem-morfem. Selain itu, walaupun didalam bahasa Indonesia hanya terdapat morfem yang bersifat segmental, kiranya perlu diketahui pula bahasan-bahasan lain yang terdapat dalam morfem-morfem suprasegmental.
Pertama wujud fonem atau urutan fonem segmental terdiri dari satu fonem atau lebih di dalam bahasa Indonesia, bentuk seperti /-i-/, /pe-/, /ter-/, /me-/, /di-/, /-kan/, /-dan/, /-sangat/ dan sebagainya merupakan contoh wujud segmental morfem-morfem. Disebut wujud segmental karena morfem-morfem itu dapat di segmentasikan atau merupakan hasil segmentasi serta tidak menempatkan adanya wujud unsur suprasegmental.
Fonem atau urutan fonem yang merupakan wujud morfem itu bisa berupa afiks atau imbuhan dan bisa juga berupa bentuk dasar. Bentuk-bentuk seperti {-i}, {pe-}, {ter-}, {meng-}, adalah morfem-morfem yang berupa bentuk dasar.
Kedua, bagi bahasa-bahasa tertentu urutan fonem mungkin belum menandai pengertian atau konsep yang cukup jelas. Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba Sumatra. Urutan fonem itu belum mempunyai pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Jika fonem tersebut diberi tekanan pada suku pertama, sehingga menjadi /bóttar/, akan memiliki pengertian ‘darah’ sedangkan yang diberi tekanan pada suku kedua, sehingga menjadi /bottár/, akan memilki pengertian ‘anggur’, dengan demikian bahasa Batak Toba memiliki morfem {bottar} dan morfem {bottar} yang masing-masing memiliki morf-segmental yang sama yaitu /bottar/ namun memiliki makna yang berbeda.
Ketiga, fonem panjang dimanfaatkan untuk membedakan makna sehingga panjang suatu fonem dapat diangggap sebagai suatu morfem. Dalam bahasa bugis, /mabatu/ bermakna ‘mencari batu’ sedangkan bentuk /mabatu/ bermakna berbantu-bantu. Dalam bahasa hokano terdapat kontras antara /ida/ yang berarti ‘mereka’ dan /idda/ yang berarti ‘berbaring’. Didalam bahasa jawa dialek tertentu (di wilayah jawa tertentu) ada yang memanfaatkan panjang fonem yang disertai dengan perubahan bunyi untuk membedakan makna. Dalam bahasa Indonesia, panjang fonem tidak pernah dimanfaatkan untuk membedakan makna.
Keempat, naik turunnya nada dimanfaatkan untuk membedakan makna. Bentuk /si/ dalam bahasa cina belum bisa diketahui artinya sebelum diketahui nadanya. Dengan nada daftar bentuk itu, berarti “hilang” dengan nada naik bentuk itu berarti “sepuluh” dengan nada turun naik berarti “sejarah” dan dengan nada turun bentuk berarti “pasar”. Sebaliknya didalam bahasa Indonesia unsur suprasegmental itu tidak dimanfaatkan sebagai pembeda makna. Kata sejarah, sepuluh, dan pasar dalam bahasa Indonesia diucapakan dengan nada apapun masing-masing tetap bermakna sama. Bunyi-bunyi suprasegmental selalu diiringi oleh bunyi-bunyi segmental. Dapat dikatakan bahwa morfem-morfem selalu berupa gabungan antara unsur segmental dan suprasegmental, misalnya nada dan persendian atau jeda, walaupun kemungkinan hubungan yang lain misalnya durasi-tekanan atau durasi-tekanan-nada, tidak pernah terjadi. Sebaliknya, morfem-morfem yang terdiri dari fonem-fonem suprasegmental hampir tidak ditemukan dalam bahasa-bahasa.
Kelima, morfem-morfem bahasa bisa tidak berwujud. Dengan kata lain suatu morfem bisa berupa kekosongan. Karena bermanifestasikan kekosongan, morfem ini hampir tidak disadari keberadaannya oleh penutur awam suatu bahasa. Contoh deretan struktur:
1. Nuraini membeli sepeda
2. Nuraini menjahit baju
3. Nuraini membaca koran
4. Nuraini menulis surat
5. Nuraini makan nasi
6. Niraini minum es
Keenam struktur kalimat diatas berpola S-P-O dengan predikat Verba transitif. Pada kalimat (1)
Sampai dengan (4) verba berprefiks mem-,meny-,men, sedangkan pada kalimat (5) dan
(6) tidak memiliki prefiks, atau tempat prefiks tidak ditandai oleh apapun. Secara semantik keempat prefiks dan kedua “kekosongan” pada keempat kalimat itu bermakna” melakukan perbuatan”. Dengan demikian walaupun bentuk makan dan minum pada kalimat (5) dan (6) tidak memiliki prefiks, kekosongan itupun disebut sebagai morf, yaitu morf zero, yang merupakan alomorf dari morfem {meng-} dengan melihat deretan struktur diatas bahwa morf {zero} (atau{Ø}) berparalel dengan morf {mem-}, {meny-}, dan {men-}, dengan pengertian yang sama. Oleh karena itu, keenam bentuk itu merupakan alomorf dari morfem {meng-}.
Wujud morfem itu, disamping morfem “tidak berwujud” atau kosong, dapat dipilah atas wujud segmental dan suprasegmental. Morfem segmental ada yang berupa afiks dan adapu pula yang berupa bentuk dasar (leksem), sedangkan morfem suprasegmental berupa tekanan, nada, intonasi, persendian, durasi.
Nama: Ulviana Gita Safitri
BalasHapusNim : A1B112222
''Wujud morfem itu, disamping morfem “tidak berwujud” atau kosong''
saya ingin bertanya....
seperti apa jika wujud morfen tersebut kosong...?mohom penjelasannya..terima kasih
Nama : Yosi Kusuma Wardani (A1B112229)
BalasHapusKelompok anda menuliskan bahwa bunyi sebagai material bahasa memiliki dua jenis, yaitu bunyi yang dapat disegmen-segmenkan (dipisah-pisahkan) dan bunyi yang tidak dapat disegmenkan. Yang pertama sering disebut juga bunyi segmental dan yang kedua sering disebut bunyi suprasegmental. tolong berikan contoh bunyi-bunyi tersebut secara sederhana! Terima kasih :)
Nama : Erni Jamilah
HapusNim : A1B112218
Contoh dari bunyi segmental dan suprasegmental
Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-h-a-s-a.
Bunyi suprasegmental tidak dapat dipisah-pisahkan . Unsur-unsur suprasegmental adalah Intonasi tekanan persendian, nada dan durasi. Contoh “ia baru datang” dapat di intonasikan bermacam-macam. Diantaranya intonasi berita, tanya dan seruan, tekanan berkaitan dengan keras atau lemahnya ucapan. Bagian suatu kata yang diucapkan keras adalah bagian yang mendapatkan tekanan. Persendian berkenaan dengan jeda atau perhatian ucapan, sedangkan nada bekenaan dengan tinggi rendahnya ucapan. Durasi berkenaan dengan panjang pendek ucapannya suatu fonem.Kita dapat menucapkan contoh dari suprasegmental berdasarkan unsur-unsurnya
Nama : Suvina Hayati
BalasHapusNIM : A1B112204
Morfem tidak berwujud atau kosong sering disebut morfem zero yaitu bahwa morfem tersebut bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan Ø. Contoh dalam bahasa Sunda
1 . Bumina oge tebih = Rumahnya pun jauh.
bumi = rumah
-na = -nya
oge = pun, juga
tebih = jauh
2. Rorompok oge tebih = Rumah saya pun jauh
rorompok = rumah
Ø = saya
oge = pun, juga
tebih = jauh
Dibelakang rorompok pada kalimat nomor 2, tidak terlihat bentuk apa pun yang berarti ‘saya’. Morfem yang menunjukkan orang pertama yang berparalel dengan –na yang berarti ‘–nya’ seperti terlihat pada kalimat pertama, tidak hadir. Morfem yang tidak hadir itulah yang disebut dengan morfen zero.
Contoh lain, lihatlah daftar berikut yang diambil dari bahasa Sieerra Aztec !
nitayi = 'aku minum
titayi = 'engkau minum
tayi = dia minum
tantayi = 'kamu minum
Contoh begitu jelas bahwa morfem ‘dia’ ialah tanpa wujud
terima kasih
HapusNama : Ardhi Wijayansyah
BalasHapusNIM : A1B112231
Jelaskan mengapa bunyi suprasegmental tidak dapat dipisah-pisahkan seperti bunyi segmental, dan berikan contohnya?
Nama : Suvina Hayati
HapusNIM : A1B112204
Jawaban untuk Ardhi wijayansyah
Bunyi suprasegmental tidak dapat dipisah-pisahkan karena tidah pernah dinyatakan dengan huruf atau rangkaian huruf, kecuali hanya dengan tanda-tanda tertentu yang bersifat kurang sempurna. Kemudian adanya intonasi persedian, nada dan durasi, sebagai unsur surasegmental bahasa. Tidak dapat menempatkan kemungkinan untuk dipisah-pisahkan.
Contohnya :
Struktur “ia baru datang” dapat diintonasikan bermacam-macam. Diantaranya intonasi berita, tanya dan seruan, tekanan berkaitan dengan keras atau lemahnya ucapan.
Nama : Muhammad Aidil Arafat
BalasHapusNIM : A1B112207
jelaskan secara singkat mengenai wujud morfem yang kalian postingkan di blog ini agar lebih mudah dipahami, sebab dari penjelasan kalian yang cukup panjang membuat saya kurang paham dan mengerti!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusNama : Erni Jamilah
HapusNim : A1B112218
Wujud Morfem
Wujud morfem dikenal sebagai wujud huruf atau rangkaian huruf yang melambangkan bunyi . Bunyi sebagai material bahasa memiliki dua jenis, yaitu bunyi yang dapat disegmen-segmenkan (dipisah-pisahkan) dan bunyi yang tidak dapat disegmenkan.
Bunyi-bunyi suprasegmental tidak dapat dipisah-pisahkan seperti bunyi segmental. Intonasi tekanan persendian, nada dan durasi, sebagai unsur suprasegmental bahasa. Tidak dapat menempatkan kemungkinan untuk dipisah-pisahkan. Intonasi berkenaan dengan lagu. Struktur “ia baru datang” dapat di intonasikan bermacam-macam. Diantaranya intonasi berita, tanya dan seruan, tekanan berkaitan dengan keras atau lemahnya ucapan. Bagian suatu kata yang diucapkan keras adalah bagian yang mendapatkan tekanan. Persendian berkenaan dengan jeda tau perhatian ucapan, sedangkan nada bekenaan dengan tinggi rendahnya ucapan. Akhirnya, durasi berkenaan dengan panjang pendek ucapannya suatu fonem yaitu terdapat dalam suatu kata data diucapakan panjang pendek. .
Morfem segmental ada yang berupa afiks dan ada pula yang berupa bentuk dasar (leksem), sedangkan morfem suprasegmental berupa tekanan, nada, intonasi, persendian, durasi.
Bahasan-bahasan lain yang terdapat dalam morfem-morfem supra segmental
1. morfem-morfem mungkin memiliki wujud fonem atau urutan fonem-fonem.
Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang.
2. bagi bahasa-bahasa tertentu urutan fonem mungkin belum menandai pengertian atau konsep yang cukup jelas.
contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba Sumatra. Urutan fonem itu belum mempunyai pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Jika fonem tersebut diberi tekanan pada suku pertama, sehingga menjadi /bóttar/, akan memiliki pengertian ‘darah’ sedangkan yang diberi tekanan pada suku kedua, sehingga menjadi /bottár/, akan memilki pengertian ‘anggur’
3. fonem panjang dimanfaatkan untuk membedakan makna sehingga panjang suatu fonem dapat dianggap sebagai suatu morfem.
Contoh Dalam bahasa bugis, /mabatu/ bermakna ‘mencari batu’ sedangkan bentuk /mabatu/ bermakna berbantu-bantu. Dalam bahasa hokano terdapat kontras antara /ida/ yang berarti ‘mereka’ dan /idda/ yang berarti ‘berbaring’
4. naik turunnya nada dimanfaatkan untuk membedakan makna. Bunyi-bunyi supra segmental selalu dibarengi oleh bunyi-bunyi segmental.
Contoh Bentuk /si/ dalam bahasa cina belum bisa diketahui artinya sebelum diketahui nadanya. Dengan nada daftar bentuk itu, berarti “hilang” dengan nada naik bentuk itu berarti “sepuluh” dengan nada turun naik berarti “sejarah” dan dengan nada turun bentuk berarti “pasar”.
5. morfem-morfem bahasa bisa tidak berwujud dengan kata lain suatu morfem bisa berupa kekosongan.
Yang dimaksud dengan kekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut bermanifestasikan dengan kekosongan atau morfem yang tak hadir yang biasa disebut dengan morfen zero atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan Ø.
Muhammad Rajul Kahfi
BalasHapusNIM: A1B112213
1.apa persamaan dan perbedaan segmental dan suprasegmental ?
2. simpulkan secara padat singkat dan tepat isi tulisan kalian ini.
Sekian
Terima kasih.
jawaban kelompok 4
Hapusmungkin maksud dari pertnyaan anda
persamaan dan perbedaan bunyi segmental dengan bunyi supra segmental
a. Bunyi Segmental
Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi Segmental ada empat macam
Konsonan= bunyi yang terhambat oleh alat ucap
Vokal = bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap
Diftong= dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam /kau/
Kluster= dua konsonan yang dibaca satu bunyi.
b. Bunyi Supra Segmental
Dalam suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselang seling dengan jeda singkat atau agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, ada bunyi yang dapat disegmentasikan yang disebut bunyi segmental.
1 . Tekanan atau Stres
Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
2 . Nada atau Pitch
Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.
3 Jeda atau Persendian
Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.
Jeda antar kata, diberi tanda ( / )
Jeda antar frase, diberi tanda ( // )
Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # )
kesimpulan Dari pembahasan kelompok kami
HapusWUJUD MORFEM
Wujud morfem dikenal sebagai wujud huruf atau rangkaian huruf yang melambangkan bunyi . Bunyi sebagai material bahasa memiliki dua jenis, yaitu bunyi yang dapat disegmen-segmenkan (dipisah-pisahkan) dan bunyi yang tidak dapat disegmenkan. Yang pertama sering disebut juga bunyi segmental dan yang kedua sering disebut bunyi suprasegmental.
Dalam bahasa-bahasa didunia dapat dimanfaatkan untuk membeda-bedakan makna atau maksud. Perbedaan makna antara satu lingual dengan yang lain. Mungkin ditandai dengan segmen yang berupa segmen, morfem, kata, frasa, kalusa, atau ditandai oleh bunyi suprasegmental yang berupa intonasi, tekanan, persendian, nada, atau durasi.
Wujud morfem itu, disamping morfem “tidak berwujud” atau kosong, dapat dipilah atas wujud segmental dan suprasegmental. Morfem segmental ada yang berupa afiks dan adapu pula yang berupa bentuk dasar (leksem), sedangkan morfem suprasegmental berupa tekanan, nada, intonasi, persendian, durasi.
Nama : Muhammad Arsyad
BalasHapusNIM : A1B112215
Tolong berikan contoh wacana yang dapat disegmentasikan atas kalimat-kalimat!
jawban kelompok 4
HapusContoh: kedua “ke” disini dapat disegmentasikan sebagai satuan
ketiga tersendiri dan mempunyai makna yang sama
kelima (tingkat/derajat) maka “ke” disini disebut sebagai
ketujuh morfem.
Jadi, kesamaan arti dan kesamaan bentuk merupakan ciri atau identitas sebuah morfem. Dalam studi morfologi, morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya pada kurung kurawal.
Misal:
kedua → ({ke} + {dua})