1) Ditinjau dari hubungannya
Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, masih dapat kita lihat dari hubungan structural dan hubungan posisi.
a. Ditinjau dari hubungan struktur
Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu morfem bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif (penggantian), dan yang bersifat substraktif (pengurangan).
Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang pada umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu dengan yang lain.
Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris. Untuk menyatakan jamak, biasanya dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-bentuk /fiyt/, /mays/, /mεn/ masing-masing merupakan dua morfem /f…t/, /m…s/, /m…n/ dan /iy ← u/, /ay ← aw/, /ε/, /æ/. Bentuk-bentuk yang pertama dapat diartikan masing-masing ‘kaki’, ‘tikus’, dan ‘orang’, sedangkan bentuk-bentuk yang kedua merupakan alomorf-alomorf jamak. Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan morfem-morfem atau lebih tepatnya alomorf-alomorf yang bersifat penggantian itu, karena /u/ diganti oleh /iy/ pada kata foot dan feet, /aw/ diganti oleh /ay/ pada kata mouse dan mice, dan /æ/ diganti oleh / ε/ pada kata man dan men.
Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa Perancis. Dalam bahasa ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada bentuk betina dan jantan secara ketatabahasaan.
-bentuk yang ‘bersifat jantan’ adalah ‘bentuk betina’ yang dikurangi konsonan akhir. Jadi dapat dikatakan bahwa pengurangan konsonan akhir itu merupakan morfem jantan.
Berdasarkan pernyataan di atas, kita akan berpendapat bahwa untuk “membetinakan” morfem “jantan” bisa dilakukan dengan cara menambahkan morfem-morfem lain. Itu bisa saja, tetapi kita harus ingat bahwa morfem tersebut mempunyai bermacam-macam alomorf. Jika diketahui bentuk jantannya, kita tidak dapat memastikan dengan tegas bentuk “betinanya”. Misal diketahui bentuk jantan / fraw / ‘ dingin ‘ kita tidak dapat secara tepat mematikan bahwa bentuk ‘’ betinanya “” / frawd /. Berbeda jika bentuk betinanya yang diketahui, bentuk jantannya akan dapat dipastikan dengan mudah yakni menghilangkan sebuah fonem akhir, Misalnya / gras / :gemuk: merupakan bentuk betina, maka jantannya patilah / gra /.
b. Ditinjau dari hubungan posisi
Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga macam yakni ; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan. Tiga jenis morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem imbuhan dan morfem lainnya.
Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian yaitu / ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu terdapat sesudah yang lainnya.
Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata / telunjuk/. Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk. Kalau diuraikan maka akan menjadi / t…unjuk/+/-e1-/.
Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /k∂hujanan/. /k∂siaηgan/ dan sebagainya. Bentuk /k∂hujanan/ terdiri dari /k∂…an/ dan /hujan/, sedang /kesiangan/ terdiri dari /ke…an/ dan /siaη/. Bentuk /k∂-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /k∂hujan/ atau /hujanan/ maupun /k∂siaη/ atau /sianaη/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu ( discontinous morpheme ).
2) Ditinjau dari distribusinya
Ditinjau dari distribusinya, morem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morfem ikat. Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri dalam tuturan biasa , atau morfem yang dapat berfungsi sebagai kata, misalnya : bunga, cinta, sawah, kerbau. Morfem ikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, misalnya : di-, ke-, -i, se-, ke-an. Disamping itu ada bentuk lain seperti juang, gurau, yang selalu disertai oleh salah satu imbuhan baru dapat digunakan dalam komunikasi yang wajar. Samsuri ( 1982:188 )menamakan bentuk-bentuk seperti bunga, cinta, sawah, dan kerbau dengan istilah akar; bentuk-bentukseperti di-,ke-, -i, se-, ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang, gurau dengan istilah pokok. Sementara itu Verhaar (1984:53)berturut-turut dengan istilah dasar afiks atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia, renta, siur yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda, tua, dan simpang, tidak bisa dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu dinamakan morfem unik .
Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-bentuk biasanya sangat pende yang mempunyai fungsi “memberikan fasilitas”, yaitu melekatnya afiks atau bagi afiksasi selanjutnya. Contoh dalam bahasa Sangsekerta, satuan /wad/ ‘menulis’ tidak akan dibubuhi afiks apabila tidak didahului dengan pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma bentuk sekunder atau bentuk kedua yakni satuan /wada/ yang dapat yang dapat memperoleh akhiran seperti wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu disebut pembentuk dasar.
Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula dibagi menjadi imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu imbuhan yang setelah melekat pada suatu benda masih dapat menerima kehadiran imbuhan lain. Sebagai contoh afiks /p∂r/ setelah dibubuhakn pada satuan /b∂sar/ menjadi perbesar /p∂rb∂sar/. Satuan /p∂rb∂sar/ masih menerima afiks lain seperti /di/ sehingga menjadi /dip∂rb∂sar/. Imbuhan /p∂r/ dinamakan imbuhan terbuka, karena masih dapat menerima kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang dimaksud dengan imbuhan tertutup ialah imbuhan atau afiks yang setelah melekat pada suatu bentuk tidak dapat menerima kehadiran bentuk lain, misalnya afiks /di/ setelah melekat pada satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak
dapat menerima kehadiran afiks lainnya. Afiks /di/ itulah merupakan contoh afiks atau imbuhan tertutup.
DAFTAR PUSTAKA
http://pgsdpunya.wordpress.com/2011/03/31/4/
Noortyani, Rusma.2010.Morfolofi Bahasa Indonesia (Kajian Seluk-Beluk Kata).Banjarbaru:Sripta Cendikia
Nama : Rahmadaniah Fitri
BalasHapusNim : A1B112219
Jelaskan secara singkat perbedaan antara morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan? Terima kasih
Nama : Suvina Hayati (A1B112204)
HapusErni Jamilah (A1B11218)
1. Morfem bersifat urut , yakni yang satu terdapat sesudah yang lainnya. Contoh:
Berpergian ada imbuhan ber+an, pada kata pergi.
2. Morfem bersifat sisipan, yakni infiks (infix)merujuk kepada morfem terikat yang berada di tengah kata dasar atau menyelit di antara kata dasar. sisipan dapat bergabung dengan kata nama, kata kerja, dan kata adjektif, Contoh:
–el- bagi perkataan telapak, kelangkang, telunjuk, kelembung, kelengkeng, kelabut, kelebak, selerak, dan gelembung. Sisipan –er- tersisip bagi perkataan seperti serabut, keruping, seruling, dan gerigi. Sisipan –em- mencelah bagi perkataan seperti gemilang, semerbak, gemerlap, kemuning, dan kemuncup. Sisipan –in- muncul bagi perkataan seperti sinambung.
3. Morfem bersifat simultan, yakni morfem yang tidak bisa berdiri sendiri tanpa imbuhan afiks dan sufiks. Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada kata-kata seperti /kehujanan/, /kesiangan/, dan sebagainya. Bentuk /kehujanan/ terdiri dari /ke-…-an/ dan /hujan/, /kesiangan/ terdiri dari /ke-…-an/ dan /siang/. Bentuk /ke-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan, terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /kehujan/ atau /hujanan/ maupun /kesiang/ atau /siangan/. Morfem simultan itu sering disebut morfem kontinu atau morfem lanjutan (discontinuous morpheme).
Nama : Abdul Gani
BalasHapusNIM : A1B108256
Apakah ada morfem yang bersifat replasif dan morfem bersifat substraktif di dalam bahasa Indonesia? Kalau ada berikan contoh! kalau tidak ada tolong jelaskan mengapa! Trims.
maaf ka sdah tidak menerima pertanyaan. waktu diskusi sudah habis, batas diskusi pada hari rabu pukul 18.00.
Hapus